Fiction
Guru Aini
Desi Istiqomah sudah mencintai pelajaran matematika sejak dia duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Desi memperlihatkan buku catatannya ke tengah meja guru matematikanya, Bu Amanah, “Ini persamaan hidupku sekarang, Bu,”. Bu Amanah tersenyum lebar ketika melihat persamaan garis lurus dengan variabel-variabel yang diberikan nama sendiri oleh Desi. x1: pendidikan, x2: kecerdasan. Hal yang menarik perhatian Bu Amanah adalah konstanta a: pengorbanan. Desi menjelaskan “Pendidikan memerlukan pengorbanan, Bu. Pengorbanan itu nilai tetap, konstan, tak boleh berubah”.
Kecintaannya terhadap matematika membangun mimpi Desi akan cita-citanya untuk mendedikasikan dirinya menjadi seorang guru matematika. Cita-cita Desi ini didasarkan pada keinginannya untuk memberantas kebodohan dalam pelajaran matematika, yang selama ini menjadi pelajaran yang dinilai paling sulit dan menimbulkan paling banyak kegagalan dalam nilai rapor siswa.
Setelah lulus kuliah, Desi akhirnya menjadi PNS guru matematika di wilayah Pulau Sumatera, tepatnya di kota Bagan Siapi Api. Namun ia bertukar tempat dengan temannya, Salamah karena yang mendapatkan tempat jauh lebih terpencil yaitu di Tanjong Hampar Kampung Ketumbi. Perjalanan Desi menuju Kampung Ketumbi tidak mudah, ia harus menghabiskan waktu perjalanan selama 6 hari dan 6 malam, dengan naik kapal bermuatan kayu. Setelah turun dari kapal, Desi masih harus melanjutkan perjalanan menuju Kampung Ketumbi melalui jalur darat, sejauh 100 kilometer. Desi naik angkutan darat berupa bus reot yang jalannya sudah terseok-seok.
Desa mengajar di Sekolah Menengah Atas Ketumbi dan memiliki murid bernama Aini, sosok siswa yang sama sekali tidak mengerti tentang pelajaran matematika. Namun, Aini memiliki mimpi untuk menjadi seorang dokter ahli saraf akibat kondisi ayahnya yang sakit parah.
033078 | 813 HIR g | Mansari Lib | Tersedia - For Loan |
Tidak tersedia versi lain